Sabtu, 30 Mei 2015

TEMPAT LAIN



Sinar matahari menembus melalui celah jendela menyelimuti wajahku dengan hangatnya kukerjapkan mata mencoba mengusir kantuk saat jam dinding berteriak di angka 7 pagi memaksa ku untuk bergegas bangkit dari kenyamanan , sayup-sayup kudengar senandung merdu dari arah dapur dengan malas aku keluar dari selimut duduk di tepi ranjang. Ingatanku memainkan film itu lagi, senyum manisnya kepadaku begitu indah seakan semua keindahan bunga merekah paling cantikpun dikalahkan olehnya. Suaranya begitu lembut ditelingaku sangat menenangkan disaat paling buruk sekalipun.

Waktu yang kami habiskan bersama takkan pernah cukup, ia selalu membuatku merasa menjadi laki-laki yang paling beruntung di dunia ini perasaan dibutuhkan perasaan dihargai, dihormati, perasaan yang semua laki-laki butuhkan dari seorang wanita. Wanita seperti dia yang mandiri, kuat, selalu tahu apa yang dia inginkan dan selalu berusaha sekuat apapun untuk mewujudkannya. Aku tak pernah menyangka aku bisa menjadi seseorang yang paling diinginkannya saat ini, membuatku tersanjung. Ingin sekali kurengkuh dia memeluknya erat, mengecup bibir tipisnya yang manis di depan semua orang mengklaimnya sebagai milikku. Sudut bibirku tertarik keatas saat memikirkan ciuman pertama yang dia berikan begitu penuh perasaan yang telah lama tertahan meledak bersamaku penuh hasrat.

Aku selalu ingin mengingatnya disaat dia tertawa, disaat dia... tiba-tiba perasaan itu menohok dadaku menjejalkan ingatan yang paling kubenci, wajahnya tertunduk air mata deras mengalir jatuh ke wajahnya. Aku coba meremas tangannya dia menghindar, aku benci melihatnya menangis dan yang paling aku benci adalah dia karena aku penyebabnya dia menangis. Karena akulah mendung itu bergelayut di wajahnya, rona pipinya memudar digantikan sungai kesedihan yang takkan kering dalam semalam. Tanpa dia ketahui kekeringan dihatiku karena kehilangannya akan lebih lama bersarang di dadaku ini karena kebodohanku, kelemahanku, dan ketidakberdayaanku untuk memilih.

Akhirnya aku bangkit berdiri berjalan terseok memandang sesosok pria dengan bahu tegap dada bidang berumur 30-an rahangnya mengeras dengan mata lelah dia menatap balik dari cermin, aku tak percaya kejadian itu tadi malam rasanya seperti mimpi. Kupejamkan mataku menghela nafas, ya akan aku mainkan lagi peranku.

"Sayang sarapan sudah siap Mita dan Ardi sudah di meja makan" bersamaan dengan suara kepala istriku menyembul dari balik pintu kamar tersenyum manis, kecantikannya dari pertama aku mengenalnya 13 tahun lalu belum memudar.

" 5 menit lagi sayang" aku tersenyum padanya.

"Oke" dia menghilang dibalik pintu.

Kukesampingkan kisah itu saat ini, kubiarkan dia kembali di otakku saat aku sendiri. Saat ini ya saat ini aku adalah seorang kepala keluarga dari sebuah keluarga bahagia, cintaku kepada istriku tidaklah memudar hanya saja ada tempat lain dihatiku untuknya yang tak terjamah.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar