Disclaimer: I don't own any of Inuyasha character in this story, Inuyasha
belongs to Rumiko Takahashi.
Cahaya matahari di sabtu pagi menghambur dari balik jendelanya, nyanyian suara
burung bersahut-sahutan dikejauhan kali ini tidak
teredam oleh bunyi suara kendaraan yang lalu lalang
dikejauhan sana. Hal
yang pertama dilakukannya setelah bangun adalah mengecek ponselnya, kekecewaan
langsung mengalir di dadanya saat melihat
layar yang kosong tanpa pemberitahuan adanya panggilan masuk ataupun pesan yang
masuk. Kali ini dia marah pada dirinya sendiri, sejak kapan berteman dengan Sesshoumaru berubah
menjadi pemujaan yang tidak sehat seperti ini? Dia mengakui kalau dia menyukai
Sesshoumaru tapi itu bukan berarti dia harus terus mengecek ponselnya setiap satu
jam sekali kan? Hubungan mereka memang dekat, tapi semua hal tentangnya
hanyalah pecahan misteri emosi yang tak terselesaikan.
Baiklah, ku telah putuskan hal
pertama yang harus kulakukan adalah meluruskan masalah itu dengan Kikyo.Aku
rasa Inuyasha telah menjelaskannya, entah Kikyo percaya atau tidak karena
terkadang dia itu bisa lebih keras kepala dariku. Dia tidak mudah percaya pada
siapapun, tapi aku adalah adiknya, seharusnya dia percaya padaku. Aku menolak
untuk tetap seperti ini, keadaan seperti ini sangat tidak nyaman. Terserah apa
yang dia lakukan di kamarku kemarin, yang paling penting adalah masalah ini
cepat selesai. Kagome menepukan kedua tangan di hadapannya “Yosh!”satu masalah
akan berkurang hari ini hanya memikirkannya saja sudah membuatnya tenang, dia
dan kakaknya tidak akan lagi harus berpura-pura semuanya baik-baik saja.
Semuanya sudah berada di meja makan Kagome duduk
disamping Kikyo yang sedang tertawa riang dengan kakek, mereka sedang menggoda Sota tentang Hitomi yang baru-baru
ini bermain ke rumah. Kagome
tersenyum, sepertinya suasana hatinya
sedang baik aku akan mengajaknya berbicara nanti pikirnya.
"Kagome, apakah
kau punya rencana hari ini?" suara ibunya lembut, dia meletakkan teh di
meja untuk Kagome.
"Tidak ada mama, aku rasa
aku akan benar-benar di rumah seharian. Kau mau aku bantu mengerjakan sesuatu ma?” ucapnya tulus.
"Maukan kau menolongku
Kagome?" suara dan mata kakek
penuh harap.
"Tentu kek" selama itu
bukan mencari gulungan literature di gudang kuil pikir Kagome, dia tidak suka bau pengap dan debu disana tetapi tentu
saja dia tidak akan menolak menolong kakeknya yang memberinya padangan penuh
harap. Diam-diam dia menghela nafas, hari ini akan menjadi hari yang panjang
pikirnya.
Setelah sarapan Kagome menepati janjinya untuk membantu kakeknya di gudang. Ruangan itu
dipenuhi dengan bau kayu tua lembab dan debu yang mulai menebal. Disemua sisi ruangan itu dipenuhi dengan rak-rak kayu yang
memunjung hingga hampir kelangit-langit, kakek mulai sibuk membuka kotak
itu satu persatu setelah mengelap debu yang menyelimuti. Kagome mengambil kain lap yang
lain lalu mulai meniru apa yang kakeknya lakukan. Kakeknya mulai bercerita
panjang lebar tentang suatu benda sejarah yang saat itu dia bersihkan, Kagome
setengah hati mendengarnkannya. Bagaimanapun dia tetap mengangguk untuk memberi
kesan dia adalah pendengar yang baik.
He raised his head
"number-two from the bottom shelf" while pointing to a shelf behind
Kagome.
"Sepertinya matahari mulai terbit dari arah barat
Kagome" katanya acuh tak acuh matanya masih tetap meneliti satu set piring antik yang berharga peninggalan sebuah keluarga dengan nama besar lebih dari 300 tahun yang
lalu.
"Hah?" hanya itulah reaksi Kagome,
sekilas dia tidak mengerti apa yang kakeknya maksudkan. Apa kakeknya sedang
bercerita legenda yang lain lagi? Tapi tidak, yang terakhir di dengar kakeknya
sedang bercerita tentang satu set perlengkapan makan yang ditinggalkan oleh
sebuah keluarga dengan nama besar dua abad lalu yang sekarang menjadi milik
kuil Higurashi.
"Kamu tahu apa yang aku bicarakan Kagome, kamu
salah satu cucuku”
tangannya masih mengelap barang antik di tangannya, dia seperti berbicara
dengan piring antik kecil yang berat itu.
Kagome masih
menebak-nebak apa maksud kakeknya.
“Tidak
ada yang tidak bisa aku baca dari dirimu" lanjut kakeknya "Kau pendiam dan Kikyo menjadi riang" kali ini
kakek menatapnya "sudah pasti kau tidak memikirkan tugas kuliahmu
kan?" persis seperti tebakannya, sepertinya orang tua memang selalu tajam akan
ketegangan situasi yang ada di sekitar mereka.
"Aku dan Kikyo" nadanya tidak seperti bertanya dia menggeleng "kami baik-baik saja kek” Kagome tersenyum lalu berpaling kikuk
"kek, ini mau ditaruh dimana?" Kagome mengangkat guci antik sebesar kepala manusia yang telah dia masukkan
kembali dengan aman kedalam kotak penyimpanannya.
“Rak nomor dua dari bawah di bagian kiri, samping
pedang itu” kakeknya menghela
nafas sambil menunjuk rak dibelakang Kagome.
Perlahan kakeknya menggelengkan kepalanya "Aku terlalu tua untuk melihat
cucu-cucu tersayangku bertengkar" keluhnya.
"Kami tidak bertengkar kek"
sela Kagome cepat "kakek jangan terlalu khawatir" kali ini kakeknya
ikut tersenyum.
"Aku lega mendengarnya" dia sibuk
membersihkan debu dari kotak lain "Kamu tahu kan dia selalu menyayangi dan melindungimu, aku ingat sekali saat Kikyo
pulang dengan kaki dan tangan penuh luka jarena berkelahi dengan anak laki-laki
tetangga saat umurmu baru 6 tahun" pandangannya menerawang tetapi tangannya terus bergerak.
Kagome tertegun dia ingat saat itu dia menangis karena
rambutnya yang dikuncir dua ditarik-tarik
oleh anak-anak laki
nakal karena tidak mau
meminjamkan mainannya, tak lama Kikyo datang membelanya dia
berkelahi dengan anak laki-laki nakal itu. Kikyo berkelahi seperti anak
laki-laki, dia tidak takut selama dia bisa membela
adiknya, dan sejak saat itu anak laki-laki itu tidak berani menggangu Kagome
lagi. Kedua sudut bibir Kagome terangkat membentuk senyum di wajahnya, ingatan
itu membanjiri kepalanya.
"Bagaimana aku bisa lupa kek" dia memberi kakeknya senyum hangat.
Iya, benar.
Bagaimana aku bisa lupa? Dia selalu melindungiku, dia selalu membelaku. Dia
selalu ada sampai aku bisa membela diriku sendiri, tetapi semuanya berubah semenjak kami
beranjak remaja. Entah mengapa dia seperti menjauhiku, dia seperti hidup di
dunianya sendiri. Terkadang aku merasa dia membenciku, aku benar-benar tidak
tahu apa yang telah merubahnya atau apa yang telah kuperbuat padanya yang membuat sikapnya berubah terhadapku.
Setelah selesai
membantu sang kakek Kagome berteduh dibawah Goshinboku,
angin bertiup semilir bayangan dedaunan bergerak dikakinya. Bunyi
gemerisik daun tertiup angin seperti musik di telinganya, sangat menenangkan. Perbincangan dengan kakeknya
membuatnya tekadnya semakin bulat untuk meluruskan
masalahnya dengan Kikyo, Kagome memejamkan mata, dia memeluk kedua lututnya,
kepalanya bersandar di pohon. Sinar matahari yang berhasil menerobos celah-celah daun, membelai lembut
kulitnya dan kenangannya.
Ingatan itu berputar
Bel rumah berbunyi, Kagome
membukanya ternyata Inuyasha yang ingin bertemu
Kikyo. Kagome mempersilahkannya masuk setelah Inuyasha berkata dia akan
menunggu Kikyo, yang sudah berjanji akan menemuinya disana.
Saat itu Kikyo belum kembali dari mini market untuk
membeli beberapa barang, ibunya sedang pergi ke sekolah Sota, dan kakeknya
sedang sibuk di kuil melayani pengunjung yang datang dari jauh. Kagome sedang
sibuk menyiapkan barang-barangnya, hari itu adalah hari terakhirnya dirumah.
Besok dia akan pergi ke Kansai, tempat di mana dia kuliah. Walaupun sedang
sibuk-sibuknya, dia tetap menemani Inuyash, akan sangat kasar bila dia tidak
menemaninya. Bagaimanapun juga Inuyasha adalah
laki-laki pertama yang memikat hatinya, dan dia adalah
sahabatnya..
Inuyasha dan Kagome duduk di
ruang tengah, pandangan Kagome terpaku pada tv tangannya mengganti-ganti tombol
tv tanpa benar-benar menonton tv.
"Ayolah Kagome, tidak bisakah kau tetap pada satu channel? Kau membuat kepalaku pusing tahu!" suaranya terdengar
jengkel Inuyasha merebut remote itu dari tanganmya tetapi Kagome berhasil menghindar, suasana kembali hening, Kagome akhirnya berhenti di channel talk show yang sangat membosankan
untuk ditonton.
"Hei Kagome"
Inuyasha terdengar ragu.
Dengan malas Kagome sedikit
menoleh "Ada apa?"
suaranya datar tanpa emosi.
"Apakah kamu harus pergi
besok?" suaranya hampir tidak terdengar oleh telinga Kagome.
‘Argh,
tidakkah dia mengerti bahwa aku tidak bisa melihat dia bersamanya bersama Kikyo
kakakku. Tidakkah dia tahu perasaanku kepadanya stupid!’ teriak Kagone dalam hati.
"Perlukah kau
bertanya?" pertanyaanya membuat Kagome jengkel.
"Maksudku kenapa kita
tidak kuliah di universitas yang sama?",Inuyasha menatapnya dari seberang
meja menanti jawabannya. “Tidak ada satu orang pun yang
kau kenal disana, selain Sesshoumaru. Jelas dia diluar hitungan” Inuyasha
memutar bola matanya “Gunung es itu tidak akan ramah kepada siapapun”
gerutunya.
"Aku harus pergi" jawab
Kagome cepat seakan tidak ada spasi diantara kata itu.
Kali ini Inuyasha tertunduk
memandang daun teh yang mengambang dicangkirnya
"Aku pikir aku akan kehilanganmu Kagome, kamu sahabat terbaikku"
suaranya hampir seperti bisikan.
Kagome berpaling menatapnya
tidak percaya apa yang dikatakannya. Dia tidak tahu apa yang harus dikatakannya
"Aku juga pasti akan merindukanmu Inuyasha" katanya tergagap.
“Tapi bagus,
setidaknya kuping ku bebas dari suaramu yang mengganggu” senyum sombongnya
terpahat lagi di wajahnya, Inuyasha yang menyebalkan telah kembali. Dia tidak
pernah lama-lama membiarkan perasaannya terlihat jelas, dia menganggap
menunjukkan perasaan hanyalah sebuah kelemahan. Bagaimanapun juga mendengarnya
Kagome senang, sahabat yang disayanginya akan merindukannya walau tidak sebesar
yang akan dia rasakan nanti.
“Bagus untukmu dan
untukku, karena disana tidak akan ada sahabat menyebalkan yang akan
menggangguku!” Kagome tidak mau kalah, dia pura-pura tersinggung.
"Keh. tentu saja tidak
ada yang seperti aku disana" Inuyasha yang lama telah kembali.
" Iya tentu saja tidak
ada orang yang menjengkelkan seperti kamu" sahut Kagome, Inuyasha tersenyum.
"Oi, ini untukmu" katanya sambil menjulurkan sebuah
paperbag,
"Apa ini Inuyasha?"
Kagome melongok isi paperbag
"Lihat sajalah!"
perintahnya Inuyasha menggeser duduknya, kini ia disamping kanan Kagome. Kagome
gasped, ditanganya terdapat sebuah bola salju. Benda itu seperti Snow globe,
itu adalah sebuah toples kecil yang terisi cairan kental seperti minyak tetapi
berwarna bening. Tutup toples itu di lem dengan lem super kuat, ini adalah snow
globe buatan sendiri! Glitters silver berterbangan saat snow globe itu di
goyang-goyangkan, sangat indah, dia bisa memperhatikan benda itu berjam-jam
lamanya, memikirkan itu membuat Kagome tertawa, dia tidak ingin Inuyasha
mengetahui fakta itu. Di dalam toples itu terdapat foto hitam putih favorit
Kagome, foto dia bersama seluruh keluarganya dan Inuyasha yang sedang bersantai
di ruang tengah. Dia sangat menyukai foto itu karena, semuanya begitu ceria,
sangat natural, keadaan sehari-hari yang akan dia rindukan disana nanti.
“Aku sangat
menyukainya Inuyasha, sangat" kata terakhir
sangat ditekankannya, Kagome tersenyum memandang Inuyasha yang kini wajahnya memerah. Dia memandang cinta pertamanya, cinta tak berbalas karena Inuyasha mencintai Kikyo. Dia
tahu itu, tapi dia akan bahagia bila melihat mereka berdua bahagia. Kagome
menahan air mata, bibirnya bergetar. Inuyasha, orang
yang sepertinya cuek, acuh, menyebalkan, membuat benda ini untuknya? Hal yang
tidak pernah Kagome duga, tidak pernah dia harapkan orang menyebalkan
sepertinya bisa membuat kejutan semanis ini.
“Aku sangat suka” Kagome
menghambur kedalam pelukan Sahabatnya 'I love you Inuyasha' bisiknya dalam hati
‘karena itulah aku harus pergi jauh’
Kedua lengan Kagone melingkar di leher Inuyasha, satu tangan Inuyasha ragu membelai kepala Kagome.
“Kamu adalah
sahabat ‘menyebalkan’ terbaikku” Kagome
bergumam di pelukannya.
Disaat bersamaan terdengar
suara Kikyo bersamaan dengan itu sosoknya muncul dari ambang pintu, pelukan mereka dengan segera terlepas.
“INUYASHA!!!” Kikyo
berteriak, sorot matanya yang penuh
kebencian berpaling kepada
Kagome.
"Apa yang kau lakukan, Ka-go-me?" Kikyo berjalan mendekati Kagome hanya bisa terpaku
ditempat. Matanya memicing kali ini tangannya terkepal dia berhenti tepat di
depan wajah Kagome, "Jangan katakan padaku"
dia tertawa kecil "Kau masih belum bisa menerima bahwa Inuyasha hanya
mencintai aku kan?" semburnya.
"Ini tidak seperti yang kau pikirkan Kikyo" Inuyasha menengahi
tatapannya bingung bagaimana melerai dua perempuan
yang disayanginya.
“Kau, anak manis
yang dicintai semua orang...” Kikyo menunjuknya dari ambang
pintu, Kagome hanya bisa terpaku ditempat Kikyo
mendekatinya dengan mata memicing.
Tangannya
terkepal, dia berhenti tepat di depan
wajah Kagome. “Ternyata
kau hanyalah seorang pecundang yang suka
menawarkan diri kepada pacar kakaknya” satu sudut bibir Kikyo terangkat, sebuah senyum yang dingin. Dia menunjuk
wajah Kagome “Aku... benar-benar...
membencimu Kagome!” setiap kata diucapkan secara perlahan namun tajam, kata-kata itu seakan
berubah menjadi duri yang kini timbul di dalam dada Kagome.
Inuyasha kini
berada di antara kedua kakak beradik itu “Aku sangat berharap kau tidak pernah dilahirkan!”
Kagome bisa merasakan air
mata mulai memenuhi matanya, dia bergegas bangkit berlari menuju kamarnya. Agar
air matanya tidak jatuh dihadapan mereka, dadanya sakit. Sakit yang teramat sangat yang tak dapat diucapkan
kata-kata, matanya perih menahan air mata yang mendesak ingin berhamburan dari
matanya. Dia berlari menaiki tangga mengangkat kakinya yang terasa lemas dan
terlalu berat untuk diangkat, jantungnya berdegup kencang seakan ingin melompat
keluar dari tubuhnya.
Dia mengunci pintu kamarnya,
memeluk bantalnya yang kini basah terhujani oleh kesedihannya. Dadanya sesak
nafasnya memburu, dia tidak berhak diperlakukan
seperti itu. Dia tidak punya hak untuk
berbicara seperti itu, Kikyo tidak berhak! Tubuh Kagome berguncang, ia tetap
memeluk erat bantalnya, mengapa dia begitu tega padanya?
hanya melihat mereka bersama saja sudah membuat dia
hancur, kenapa?
End
of flashback
Tekadnya sudah bulat, dia harus meluruskan salah paham
ini. Dia mencari kakaknya di kamarnya tapi dia tidak bisa menemukannya, ibunya bilang bahwa Kikyo sedang pergi keluar ada
seuatu yang harus dia beli. Setelah makan siang pun Kikyo belum muncul, Kagome
memutuskan untuk menunggu dikamar ibunya sudah berjanji akan memberitahunya
jika Kikyo sudah pulang. Masalah ini tidak boleh tertunda lagi, harus segera
diluruskan, dia tidak mau menghabiskan liburannya dengan perasaan yang tidak
tenang pikirnya.
Langit mulai berwarna kemerahan saat Kagome terbangun
dari tidurnya, sial aku ketiduran lagi kasur ini terlalu nyaman untuk sekedar
berbaring melepas lelah. Dia meraih ponselnya, dia putuskan untuk menghubungi Sesshoumaru. Sesekali menunjukkan perasaanmu tidak akan
membunuhmu kan? Pikirnya. Satu, dua kali dia coba nada panggilan sambung
hanya saja belum di jawab. Ketiga kali dia mencoba nada sambung itu berubah
menjadi nada sibuk, dia memutuskan untuk mencoba lagi nanti. Mungkin saat ini
dia sedang sibuk seperti apa yang dia katakan saat itu, dia sibuk untuk
membicarakan suatu hal penting yang harus dia urus dengan ayahnya. Dia sibuk, sangat sangat sibuk?
Dia bangkit merapikan diri bergegas hendak turun, baru
saja dia menutup pintu kamar suara tawa Kikyo terdengar dari kamarnya yang
persis disamping kanan kamar Kagome. Dia bimbang sejenak apakah dia akan
mengetuk pintunya dan mengajaknya berbicara sekarang, tatapannya terpaku pada
pintu kamar Kikyo kaki kananya sudah melangkah tetapi dia berbalikarah. Dia merasa akan menganggu kakaknya yang sedang
asyik mengobrol di telepon. Lagi-lagi langkahnya terhenti suaraanya terdengar
jelas walaupun dibatasi pintu,
"Tidak apa-apa Sesshoumaru dia tidak tahu"
Kikyo tertawa kecil "belum"
"Menurutmu begitu?” hening sesaat "dia tidak akan marah kepadamu"
Kikyo menggumam "hai... arigato, ja"
Nafas Kagome seperti tercekat walaupun kenyataannya
nafasnya memburu, dadanya bergerak naik turun emosi
mulai meluap didalamnya. Kepalanya berdenyut-denyutb seakan bom waktu yang akan
menanti detik-detik terakhir ledakan, tangannya terkepal tanpa ragu dia
mengetuk pintu,menggedor pintu lebih tepatnya. Tak berselang lama pintu terbuka, Kagome langsung menghambur masuk.
"Apa yang kau lakukan?"
nadanya pelan tapi tajam, Kikyo sedang duduk diujung ranjangnya masih dengan
ponsel di genggamannya dia hanya menoleh tanpa merubah posisi duduknya untuk
benar-benar mengahadap Kagome.
“Duduklah bersamaku Kagome” Kikyo menepuk-nepuk
kasur disampingnya, mempersilahkan Kagome untuk duduk.
“Apa yang kau lakukan, kakak?” tanyanya lagi,
rahangnya mengeras.
"Kau yang masuk ke kamarku Kagome, seharusnya akulah
yang bertanya?" wajah Kikyo bingung, namun suaranya setenang biasanya.
"Kamu baru saja menelepon
Sesshoumaru kan?" nadanya meninggi, dia menerima telepon dari
Kikyo dan tidak mempunyai waktu untuk meneleponku?
kemarahan Kagome memuncak.
"Aku.." belum sempat Kikyo menyelesaikan
kalimatnya Kagome memotongnya kata-katanya meluncur begitu saja tanpa sempat
dia pikirkan. Semua hal selama ini yang dia tahan
untuk tidak terucap, semua hal yang begitu ia coba untuk hapuskan dari pikiran dan hatinya. Kini menghambur keluar bagai
pisau tajam siap menusuk hati kakaknya, dia akan menyakitinya saat ini sama
seperti yang kakaknya lakukan dulu.
"Hentikan semua omong kosong ini, aku sangat muak denganmu dan dengan semua kesempurnaanmu" dia mulai berteriak "aku sangat membencimu" matanya menyipit kedua
tangannya mengepal disisi tubuhnya.
"Apakah kau lupa apa yang kau katakan kepadaku enam bulan lalu?” suaranya
pecah karena kemarahan sudah menguasainya.
“Kamu menuduhku menawarkan diri pada Inuyasha saat kami hanya menyampaikan
salam perpisahan?” suaranya penuh ejekan. “Apakah kau lupa sebelum dia menjadi
pacarmu, dia adalah sahabatku” kedua tangannya bersilang di
dadanya, Kagome menutup diri.
“Dari hari pertama aku kembali kerumah ini kau
bertingkah seperti tidak ada yang terjadi diantar kita, seakan-akan kau adalah
orang yang sama yang selalu menyayangiku. Kau adalah si kakak sempurna yang
selalu menyayangi adaik-adiknya, dan selalu melindungi mereka” Kagome tersenyum
pahit, dia menutupi kedua matanya dengan satu tangannya sedangkan tangan yang
satunya lagi masih di pinggangnya.
Dia menurunkan tangannya, menatap Kikyo
dalam-dalam “Jangan bilang kau lupa pernah mengatakan kau membenciku, sangat membenciku dan berharap aku ini tidak
pernah dilahirkan.. “ Kagome menelan ludah, menahan keinginannya untuk menangis tanpa dia
sadari. “Semua perbandingan yang mereka lakukan sudah cukup buruk, dan kamu
tidak tahu betapa aku berharap..”kata-katanya seakan tersangkut di
tenggorokannya. “Aku sangat berharap tidak pernah dilahirkan sebagai adikmu!!!”
wajahnya memerah karena marah.
Kikyo
berdiri, kesedihan terpancar dari wajahnya "dengarkan aku Kagome.."
kedua tangannya terulur ingin menggapai tetapi Kagome melangkah mundur .
"Jangan" bentaknya dia
membuang muka mundur selangkah "Aku sama sekali tidak mengerti apa yang kamu lakukan saat
ini kakak? Kamu sudah sangat
melukai aku dulu tentang Inuyasha...” Kagome menggelengkan kepalanya kuat-kuat.
“Dan
saat aku merasa
telah menemukan kebahagiaanku
yang lain sekarang,
kau.." Kagome menatap
dingin seakan seluruh tenaganya telah mencapai batas terendah "apakah kau takkan puas bila ada satu inchi bagian hatiku yang
tidak kausakiti hah?" matanya mulai panas dia tahu
beberapa detik lagi pertahanannya akan runtuh tetes kesedihan akan mengalir deras dan dia tidak mau kakaknya melihatnya.
Dia tidak ingin terlihat lemah karena dia memang
tidak lemah. "Aku mengerti"
suaranya bergetar oleh kesedihan dia berbalik lari masuk kembali kekamarnya,
memendamkan wajahnya kebantal untuk meredam isak tangisnya.
‘Hentikan itu
Kagome, jangan menangis!’
Kagome bangun dari
ranjangnya, dia menghapus jejak air mata yang berhasil keluar di pipinya. Dia
tidak akan menangis lagi karena masalah sepele, dia mengambil jakaetnya dan
dompetnya. Dia memutuskan untuk pergi keluar, di depan pintu dia bertemu ibunya
yang baru saja akan memasuki rumah.
"Aku pergi keluar sebentar mama" kepalanya
tertunduk poni menutupi matanya, ibunya hanya memandanginya berlalu.
"Kembalilah sebelum makan malam Kagome" ujar ibunya
Kagome berjalan menuruni tangga angin sore menerpa
wajahnya, matahari mulai menghilang dari balik gedung. Dua burung kecil terbang
ke arah pepohonan saat Kagome menuruni anak tangga tempat mereka bercanda
riang, pemandangan yang indah sisa-sia kehangatan matahari di senja yang indah
belum bisa mengusir kekacauan di pikiran dan hati Kagome. Dia tidak tahu kemana dia hendak pergi, yang dia tahu hanyalah dia harus
pergi. Dia harus melepaskan diri dari aura tak menyenangkan dirumah bersama
kakaknya, dia
hanya mengikuti kemana kaki membawanya, kaki
yang rasanya terlalu berat tuk melangkah. Dia berjalan dengan
gontai sekuat tenaga menyeret kakinya, kepalanya tertunduk tetes air mata
jatuh. Detak jantungnya masih berdetak kencang dia memutuskan untuk duduk
sebentar di bangku sudut taman yang ia lewati. Matanya menerawang jauh kedepan
tidak ada lagi ruang kesedihan yang
terpancar dari matanya, hanya amarah yang membara di wajahnya.
Dia menghela nafas kemudian menarik dalam-dalam
udara lebih banyak lagi ke paru-parunya. Dia memejamkan mata, mencoba mengingat
masa-masa terbaik hidupnya. Hal yang percuma karena disaat terbaik hidupnya adalah
waktu bersama keluarga dan para sahabat, dan hal itu tentu saja membawa
ingatannya kembali kepada Kikyo, dan masalahnya. Dia membuka mata, saat sebuah
suaran yang dia kenal memanggil namanya.
“Kagome..” suara seorang pria yang dikenalnya memanggil.
-----******-----
End Notes: Kakak beradik berebut perhatian laki-laki yang sama, itu lagu lama ya kan? :D
Tidak ada komentar:
Posting Komentar