Sinar matahari
menembus melalui celah jendela menyelimuti wajahku dengan hangatnya kukerjapkan
mata mencoba mengusir kantuk saat jam dinding berteriak di angka 7 pagi memaksa
ku untuk bergegas bangkit dari kenyamanan , sayup-sayup kudengar senandung merdu
dari arah dapur dengan malas aku keluar dari selimut duduk di tepi ranjang. Ingatanku
memainkan film itu lagi, senyum manisnya kepadaku begitu indah seakan semua
keindahan bunga merekah paling cantikpun dikalahkan olehnya. Suaranya begitu
lembut ditelingaku sangat menenangkan disaat paling buruk sekalipun.
Waktu yang kami
habiskan bersama takkan pernah cukup, ia selalu membuatku merasa menjadi
laki-laki yang paling beruntung di dunia ini perasaan dibutuhkan perasaan
dihargai, dihormati, perasaan yang semua laki-laki butuhkan dari seorang
wanita. Wanita seperti dia yang mandiri, kuat, selalu tahu apa yang dia
inginkan dan selalu berusaha sekuat apapun untuk mewujudkannya. Aku tak pernah
menyangka aku bisa menjadi seseorang yang paling diinginkannya saat ini,
membuatku tersanjung. Ingin sekali kurengkuh dia memeluknya erat, mengecup bibir tipisnya yang manis di depan semua
orang mengklaimnya sebagai milikku. Sudut bibirku tertarik keatas saat
memikirkan ciuman pertama yang dia berikan begitu penuh perasaan yang telah
lama tertahan meledak bersamaku penuh hasrat.
Aku selalu ingin
mengingatnya disaat dia tertawa, disaat dia... tiba-tiba perasaan itu menohok
dadaku menjejalkan ingatan yang paling kubenci, wajahnya tertunduk air mata
deras mengalir jatuh ke wajahnya. Aku coba meremas tangannya dia menghindar,
aku benci melihatnya menangis dan yang paling aku benci adalah dia karena aku penyebabnya dia menangis. Karena akulah mendung itu bergelayut di wajahnya, rona
pipinya memudar digantikan sungai kesedihan yang takkan kering dalam semalam.
Tanpa dia ketahui kekeringan dihatiku karena kehilangannya akan lebih lama
bersarang di dadaku ini karena
kebodohanku, kelemahanku,
dan ketidakberdayaanku untuk memilih.
Akhirnya aku
bangkit berdiri berjalan terseok memandang sesosok pria dengan bahu tegap dada
bidang berumur 30-an rahangnya mengeras dengan mata lelah dia menatap balik dari cermin, aku tak percaya kejadian itu tadi
malam rasanya seperti mimpi. Kupejamkan mataku menghela nafas, ya akan aku
mainkan lagi peranku.
"Sayang
sarapan sudah siap Mita dan Ardi sudah di meja makan" bersamaan dengan
suara kepala istriku menyembul dari balik pintu kamar tersenyum manis,
kecantikannya dari pertama aku mengenalnya 13 tahun lalu belum memudar.
" 5 menit
lagi sayang" aku tersenyum padanya.
"Oke"
dia menghilang dibalik pintu.
Kukesampingkan
kisah itu saat ini, kubiarkan dia kembali di otakku saat aku sendiri. Saat ini
ya saat ini aku adalah seorang kepala keluarga dari sebuah keluarga bahagia,
cintaku kepada istriku tidaklah memudar hanya saja ada tempat lain dihatiku
untuknya yang tak terjamah.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar